Setiap tanggal 8 (delapan) Maret tercatat
dalam sejarah, diperingati sebagai hari Perempuan Internasional. Momentum bagi kaum Perempuan merefleksikan diri untuk
aksi kedepannya. Semua Perempuan menyuarakan isu yang sama tentang kesetaraan Sehingga
Perempuan menjadi sosok yang menarik untuk diperbincangkan, terutama dalam konteks gender.
Gender tentunya
berkaitan dengan kedudukan, peran dan pembagian kerja antara laki-laki dan Perempuan
sesuai dengan sifatnya, dalam hal ini hasil konstruksi sosial sesuai dengan
konteks budaya bukan yang bersifat kodrati (ciptaan Tuhan) seperti jenis
kelamin, Perempuan bisa melahirkan sedangkan laki-laki tidak bisa.
Paradigma Masyarakat Perempuan
identik dengan feminim, inferior, dan lain-lain, sebaliknya laki-laki identik
dengan maskulin, superior. Adanya subordinasi, pelabelan, adat istiadat yang berkembang merupakan hasil
konstruksi social Masyarakat membuat Perempuan merasa termarjinalkan atau
dinomorduakan.
Dewasa ini
begitu banyak Perempuan yang menyuarakan kesetaraan haknya dengan laki-laki. Menuntut
diberikan ruang untuk berkarya di arena publik seperti Pendidikan, Sosial, Ekonomi, dan Politik. Persoalan ini kalau kita
menengok sejarah, sebenarnya potret Perempuan hari ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan masa
lalu. dulu Perempuan hanya
bekerja di
ruang domestik identik dengan kasur, sumur, dapur. Misalnya Paradigma Masyarakat bahwa “Perempuan tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi, toh nantinya akan kembali juga masuk dapur” sedangkan sekarang
sudah banyak yang berkiprah di ruang publik.
Faktanya menunjukan tidak sedikit Perempuan
yang sekolah bahkan menjadi Akademisi (dosen), bertarung di panggung Politik (politisi),
bekerja sebagai Pengusaha, pekerja-pekerja sosial dan di sektor-sektor lain. Realitas
tersebut mengindikasikan paradigma Masyarakat tentang Perempuan sudah berubah
seiring perkembangan zaman . Perempuan yang bekerja di ruang publik sebenarnya
sangat bagus salah satunya untuk menambah penghasilan keluarga tapi jangan
sampai melupakan dirinya.
Menurut hemat pribadi, Perempuan seharusnya
disamping menuntut kesetaraan gender, sebuah kewajiban juga untuk tidak melupakan
dirinya sebagai sosok "Ibu". Mengapa saya mengatakan demikian,
fenomena-fenomena yang sering kita temui salah satunya di keluarga. Wanita
karir sering kali lupa untuk mendidik anaknya, minimnya senTuhan afeksi (kasih
sayang) untuk perkembangan karekter anaknya, melayani Suaminya (imam) sebagai wujud
ketaatan perintah Agama, apalagi urusan dapur Sudah pasti terbelangkai, dengan
alasan klasik sibuk dengan urusan pekerjaan.
Bahkan sering kita mendengar di media sosial
pemicu keratakan rumah tangga yang berujung perceraian. Penyebabnya, seorang
Istri yang bekerja sebagai Wanita karir apalagi ketika gajinya seorang Istri lebih
tinggi dari pada Suami. Biasa Istri menceraikan Suaminya karena sudah merasa
lebih superior dan bisa menafkahi dirinya sendiri.
Bagi kaum Perempuan yang terdidik, boleh
menjadi Wanita karir tapi harus tetap memiliki landasan dalam berpikir,
berpijak dan bertindak sesuai yang termaktub dalam ajaran Agama khususnya dalam
Islam mengajarkan “laki-laki itu imam dan Perempuan itu makmum”. Pada intinya Perempuan
harus memiliki dasar yang kuat tentang dirinya sesuai ajaran agama sebelum
memilih untuk berkarya di ruang publik.
Ingat “Bebas tapi tidak kebablasan”.
Tulisan ini bukan untuk menyudutkan kaum Perempuan
tapi sebagai bentuk saling mengingat dalam hal kebaikan. (selamat hari Perempuan
internasional).
Catatan refleksi semata tanpa menjastis sesama.
Penulis : Muhamad Suman, S.Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar